Selasa, 08 Maret 2011

IJTIHAD DAN TAQLID

mendengar hadits dari Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam
ada yang hanya meriwayatkan saja dan pemahamannya
terhadap kandungan hadits tersebut kurang dari pemahaman
orang yang mendengar darinya. Orang yang kedua ini dengan
kekuatan nalar dan pemahamannya memiliki kemampuan
untuk menggali dan mengeluarkan hukum-hukum dan
masalah-masalah (dinamakan Istinbath) yang terkandung di
dalam hadits tersebut. Dari sini diketahui bahwa sebagian
sahabat Nabi ada yang pemahamannya kurang dari para
murid dan orang yang mendengar hadits darinya. Pada lafazh
lain hadits ini:
ب حامل فقه إل من هو أفقه منه " " " فر
“Betapa banyak orang yang membawa fiqh kepada orang yang
lebih paham darinya”. Dua riwayat ini diriwayatkan oleh at-
Tirmidzi dan Ibnu Hibban.
Mujtahid dengan pengertian inilah yang dimaksud oleh
hadits Nabi shallallahu 'alayhi wasallam:
تهد فأخطأ فله أجر " )رواه تهد الاكم فأصاب فله أجران وإذا اج " إذا اج
البخاري(
Maknanya: “Apabila seorang Penguasa berijtihad dan benar maka
ia mendapatkan dua pahala dan bila salah maka ia mendapatkan satu
pahala”. (H.R. al Bukhari)
Dalam hadits ini disebutkan Penguasa ( الاكم ) secara
khusus karena ia lebih membutuhkan kepada aktivitas ijtihad
dari pada lainnya. Di kalangan para ulama salaf, terdapat para
mujtahid yang sekaligus penguasa, seperti para khalifah yang
enam; Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, al Hasan ibn ‘Ali,
‘Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz, Syuraih al Qadli dan lainnya.
Para ulama hadits yang menulis karya-karya dalam
Mushthalah al Hadits menyebutkan bahwa ahli fatwa dari
kalangan sahabat hanya kurang dari sepuluh, yaitu sekitar
enam menurut suatu pendapat. Sebagian ulama lain
berpendapat bahwa ada sekitar dua ratus sahabat yang
mencapati tingkatan Mujtahid dan ini pendapat yang lebih
sahih. Jika keadaan para sahabat saja demikian adanya maka
bagaimana mungkin setiap orang muslim yang bisa membaca
al Qur’an dan menelaah beberapa kitab berani berkata:
“Mereka (para mujtahid) adalah manusia dan kita juga manusia,
tidak seharusnya kita taqlid kepada mereka”. Padahal telah terbukti
dengan data yang valid bahwa kebanyakan ulama salaf bukan
mujtahid, mereka ikut (taqlid) kepada ahli ijtihad yang ada di
kalangan mereka. Dalam shahih al Bukhari diriwayatkan
bahwa seorang pekerja sewaan telah berbuat zina dengan isteri
majikannya. Lalu ayah pekerja tersebut bertanya tentang
hukuman atas anaknya, ada yang mengatakan: “Hukuman
atas anakmu adalah membayar seratus ekor kambing dan
(memerdekakan) seorang budak perempuan”. Kemudian sang
ayah kembali bertanya kepada ahli ilmu, jawab mereka:
“Hukuman atas anakmu dicambuk seratus kali dan diasingkan
satu tahun”. Akhirnya ia datang kepada Rasulullah shallallahu
5

0 komentar: